PENDAHULUAN
Kita tahu bahwa Indonesia adalah Negara yang dijuluki jamrud katulistiwa yang indah akan alamnya dan subur. Dimana kehidupan masyarakat Indonesia masih sangat tergantung pada kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha sebagian terbesar yang bersifat agraris sehingga tanah merupakan tumpuan harapan bagi rakyat guna dapat melangsungkan tata kehidupannya.
Sejalan dengan keadaan maka penggarisan kebijaksanaan pertanahan secara konsepsional yang berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3), pada tanggal 24 September 1960 telah diatur dan digariskan dalam Undang-Undang No. 5 yang disebut Undang - Undang Pokok Agraria (UUPA).1
Walau jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia sangat terbatas sekali, sedangkan jumlah manusia yang berhajat terhadap tanah senantiasa bertambah. Dan lama-lama dirasakan seolah-olah tanah menjadi sempit, sedangkan permintaan menjadi bertambah sehingga menimbulkan berbagai persoalan yang disebabkan oleh kekuasaan terhadap tanah untuk kepentingan perseorangan.
Menurut Thomas Robert Malthus dalam bukunya " Essay on the Principle of Population ", pada dua abad yang lalu 1766-1834, juga pernah mengkhawatirkan hal yang sama tentang permasalahan pertambahan penduduk dunia yang menyebabkan permasalah-permasalah hak milik yang dikuasai tanpa ada kepedulian terhadap orang lain walau tanah itu tidak ia kelola sementara masih banyak orang lain yang membutuhkan untuk pembangunan yang mungkin sifatnya sementara.
Hal seperti di atas dikemukakan perlulah kita sadari bahwa keberadaan hak milik bukan dijadikan suatu alas an agar berbuat semaunya, tapi hak milik pun bisa di pergunakan untuk kepentingan orang lain yang sifatnya sementara. Dari permasalahan itu dapat kita ketahui bahwa didalam hak atas tanah terbagi kepada dua fase hak milik dan hak guna bangunan.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hak milik
Pengertian Hak Milik dapat dipisahkan dalam dua pengertian yaitu di satu pihak pengertian tentang hak dan di pihak lain pengertian tentang milik. Adapun pengertian hak berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti bermacam-macam antara lain : benar, sungguh, undang-undang dan sebagainya, kewenangan. Sedangkan milik adalah kepunyaan.
Dari pengertian-pengertian tersebut maka diambil kesimpulan bahwa hak milik adalah suatu hak atas tanah yang terpenuh, terkuat dan paling sempurna diantara atas tanah lainnya. Tapi sangat disayangkan ketika penggunaan hak milik semaunya bertindak dan mengakibatkan tidak bertanggung jawab pada pelestarian ataupun pemeliharaan lingkungan. yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim dan cuaca. Pun mengalami peningkatan bencana alam, baik dari segi frekuensi maupun kekuatan daya rusaknya.
Ketidak tanggung jawaban tersebut akan mengakibatkan tandusnya bumi, gundulnya hutan, bocornya lapisan ozon, sulitnya memperoleh air bersih serta hilangnya kicauan burung. Hal ini akan bertentangan dengan penjiwaan yang dilandasi dengan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, yang menempatkan kehidupan individual dan kepentingan sosialnya.
2. Adanya fungsi sosial
Hukum sebagai dasar kehidupan bermasyarakat adalah "aturan" yang diciptakan oleh anggota masyarakat itu sendiri berdasarkan hasil dari kontrak sosial. Hukum berfungsi mengatur perilaku anggota masyarakat dalam berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya agar hidup teratur, adil, serta aman dan tenteram.
Sebagaimana yang diatur dalam pasal 20 UUPA menyebutkan bahwa hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan meningat ketentuan pasal 6 yang mana setiap hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Hak milik atas tanah disini tidaklah berarti bahwa si pemilik tanah itu boleh bertindak atau melakukan apa saja atas tanahnya itu. Tetapi mempunyai fungsi sosial seperti juga semua hak atas tanah lainnya, sehingga hal ini mengandung arti bahwa :
- Hak milik atas tanah tersebut di samping hanya memberikan manfaat bagi pemiliknya,harus diusahakan pula agar sedapat mungkin dapat bermanfaat pula bagi orang lain atau kepentingan umum, bila keadaan memang memerlukan.
- Penggunaan hak milik tersebut tidak boleh mengganggu ketertiban dan kepentingan umum.
Dengan demikian, maka hal ini tentu saja berarti bahwa di Indonesia pemenuh kepentingan individual seseorang dan kepentingan sosial sama-sama di jamin dan dilindungi penuh oleh hukum dalam taraf keserasian pula, memang dilindungi hokum (proteksi hukum) tetapi disamping itu tentu saja tetap dibatasi pula (restriksi hukum) sampai batas-batas kelayakan dan kewajaran tertentu.
Tetapi kenyataan yang dihadapi di zaman Malthus berbeda dengan masa kini. Zaman sekarang memiliki problema yang lebih luas, bukan hanya sekedar, tetapi bahkan lebih dahsyat dari problema ledakan jumlah penduduk, tetapi di tambah dari pada pendatang-pendatang asing yang ingin mendirikan bangunan diatas tanah pribumi, yang mungkin nantinya akan timbul lagi penjajahan tetapi jika tidak adanya orang asing maka hubungan dengan Negara-negara luar mustahil ada sementara masih banyak tanah yang tidak di pergunakan untuk kepentingan umum yang akan lebih bermanfaat untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Dalam hal ini hukum berfungsi sebagai sarana kontrol sosial untuk mempertahankan status quo dalam hal anggota masyarakat menginginkan suatu keadaan status quo dalam hal anggota masyarakat menginginkan suatu keadaan yang memang diinginkan. Namun, karena masyarakat selalu mengalami perubahan, termasuk perubahan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu, hukum tak hanya sebagai sarana kontrol sosial untuk mempertahankan aturan-aturan yang telah ada, melainkan juga sebagai a tool of social engineering.
Dengan adanya keadaan seperti itu maka kiranya dapat kita melihat sisi bahwa tidak hanya harus memilik secara mutlak tetapi, bisa kita mempergunakan tanah yang bukan hak milik dengan adanya hak guna bangunan yang mempunyai jangka waktu sementara saja.
3. Penjelasan Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan (HGB) ialah suatu yang memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk dapat mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan milik orang atau pihak lain maupun berupa tanah yang langsung dikuasai Negara dengan jangka waktu yang telah ditentukan paling lama 30 tahun.
Penggunaan waktu diberikan dalam pelaksanaan hak guna bangunan dapat diberikan untuk jangka waktu yang idtentukan 20 tahun dan paling lama waktu tersebut selama 30 tahun. Disamping itu pemegang hak guna bangunan atas suatau tanah berwenang pula untuk memindah tangankan hak tersebut, menjadikannya sebagai jaminan hutang dan mengalihkannya kepada ahli waris selama belum habis jangka waktunya.
Persyaratan yang ditentukan dalam peralihan hak guna bangunan berupa setiap pemindahan hak/peralihan hak guna bangunan wajib didaftarkan pada Kantor Sub Direktoriat Agraria setempat adapun pendaftaran tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai sahnya peralihan hak tersebut.
Disamping itu juga bahwa hak guna bangunan harus disebabkan beberapa hal antara lain dikarenakan jangka waktunya memang telah berakhir, dihentikan sebelum jangka waktu yang telah ditentukan dikarenakan beberapa sebab ataupun dikarenakan sesuatu syarat, tidak dipenuhi, disamping itu juga dikarenakan dilepaskannya oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir, diterlantarkan juga diakibatkan tanah hak guna bangunan tersebut musnah dan disebabkan ketentuan yang telah ditentukannya oleh ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2) UUPA, yang singkatnya dalam peraturan tersebut mengatakan bahwa setiap orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat yaitu bukan Warga Negara Indonesia dan bukan Badan Hukum Indonesia dan tidak berkedudukan di Indonesia maka diwajibkan untuk melepaskan atau mengalihkan hak guna bangunan kepada pihak lain yang memenuhi syarat dan apabila hak guna bangunan tersebut tidak dilepakan atau dialaihkan dalam jangka waktu tersebut, maka haik itu hapus karena hukum dengan mengindahkan hak-hak pihak lain yang ada di atasnya.
Kewajiaban Atas Tanah
Merupakan konsepsi yang hakiki daripada hukum bahwa bila ada hak di situ ada kewajiban dan sebaliknya. Karena itu maka dengan adanya hak atas tanah lahirlah kewajiban atas tanah. Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya dapat dikatakan bahwa "Takaran Hak ialah Kewajiban".
Kewajiban yang harus di penuhi oleh pemegang hak milik atas tanah pada dasarnya ialah :
- Sebelum menjadi pemegang hak milik atas tanah, yang bersangkutan harus memenuhi syarat bahwa ia itu adalah orang yang berkewarganegaraan Indonesia secara tunggal atau badan hokum yang telah ditunjuk pemerintahan sebagai badan hokum yang dapat atau boleh memegang hak milik atas tanah di Indonesia.
- Kalau yang bersangkutan adalah orang asing (termasuk di dalamanya bekas warga Negara Indonesia) yang telah menjadi warga Negara lain atau orang Indonesia yang tidak berkewarganegaraan Indonesia secara tunggal tetapi telah terlanjur memiliki tanah di Indonesia, maka orang tersebut wajib melepas hak miliknya atas tanah itu diperolehnya atau sejak ia kehilangan kewarganegaraan Indonesia secara tunggal.
- Setelah menjadi pemegang hak milik atas tanah, yang bersangkutan harus mendaftarkan hak miliknya tersebut, lengkap dengan segala hal yang berkaitan di dalamnya.
- Menjaga dan memelihara tanah tersebut sedemilkian rupa sehingga selalu ada fungsi sosialnya, dalam arti selalu dapat juga bermanfaat bagi orang lain (kepentingan umum) bila sewaktu-waktu diperlukan.
Kewajiban yang harus di penuhi oleh pemegang hak guna bangunan atas tanah pada dasarnya ialah :
- Sebelum menjadi pemegang hak guna banguanan atas tanah, yang bersangkutan harus memenuhi syarat bahwa ia itu adalah warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
- Bila si pemegang hak guna bangunan itu ternyata tidak lagi menjadi warga Negara Indonesia atau bila ia itu badan hokum tidak lagi berkedudukan di Indonesia, maka dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun ia wajib melepas hak guna bangunannya itu.
- Setelah menjadi pemegang hak guna bangunan atas tanah yang bersangkutan harus mendaftar hak guan bangunan tersebut lengkap dengan hal pemindahan/penghapusannya, bila pemindahan/penghapusan hak tersebut terjadi.
PENUTUP
Pada prinsipnya pelaksanaan peraturan UUPA oleh hukum berimplikasi positif juga terhadap lingkungan sekitar masyarakat. Telah muncul kembali semangat untuk mengali dan mengembangkan identitas budaya Indonesia yang sangat berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakat disekitar lainnnya.
Dalam kerangka itulah perlunya dirancang kembali keindonesiaan dalam sebuah penulisan sejarah Indonesia, dengan tetap memperhatikan keragaman local dan budayanya. Prinsip itu untuk mengansipaisi gejala yang tampak muncul dalam pelaksanaan Penertiban Masyarakat dan perubahan Hukum. Lalu paradigma seperti apa yang disepakati dalam membangun keindonesiaan melalui sejarah Indonesia dan bagaimana menetapkan hokum yang adil dan bijaksanan dalam perspektif nasional yang dalam hal ini ditekankan pada konsep didalam “keindonesiaan”.
DAFTAR BACAAN
a. Harun Al Rashid, Sekilas tentang Jual Beli Tanah, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986 ).
b. Poerwardaminta WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka, 1976 ).
c. Purnandi purbacaraka dan A. Ridwan Halim, Sendi-sendi Hukum Agraria, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983 ).
d. Soerjono Soekanto dan Hartono Widodo, Pendekatan Sosiologi Hukum, (Jakarta: Bina Aksara, 1988)
e. R. Roestandi Ardiwilaga, Hukum Agraria Indonesia, ( Bandung ; NV Masa Baru, 1962 ).
f. Tjahyono Wijaya, Hak Daya Guna Bukan Hak Milik, (http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/).
31 Mei 2012 pukul 00.35
Mas Tak Copi yo makalah nya
Posting Komentar