KUBIL
Blog Pribadi Fikri Halfia R

CINTA DAN KERINDUAN

Label:
DINAMIKA dan gaya hidup masyarakat modern dewasa ini, dengan berbagai kesibukan dan keserakahannya, cenderung lupa kepada Rasul-Nya, membuat situasi carut marut semakin tidak menentu dalam segala sektor kehidupan. Angin buruk, yang berupa kepalsuan dan keserakahan, berembus kencang merobek-robek keteduhan dan ketenangan masyarakat. Wacana perkembangan politik praktis mengenai kekuasaan, seolah-olah kehidupan di dunia hanya untuk memperebutkan kedudukan dalam tatanan birokrasi semata. Mereka lupa, untuk apa mereka diciptakan sehingga cenderung terjebak pada kepentingan sesaat (duniawi) dan menjadikan hawa nafsu sebagai tuhannya.


Upaya perbaikan kondisi semacam ini, tentunya, harus tetap dilakukan dengan jalan membangun kesadaran baru, baik secara pribadi, keluarga, golongan, kelompok dan masyarakat bahwa diantara tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini di samping untuk beribadah adalah untuk menjalin persaudaraan, saling mengenal dan membawa kedamaian.
Perlu kita yakini –karena keyakinan melebihi dari ilmu pengetahuan– bahwa kesadaran akan tujuan penciptaan inilah yang harus menyertai manusia selama hidupnya agar tetap menjaga kedamaian, kebersamaan dan saling menghormati. Bukan saja sesama manusia, akan tetapi juga dengan alam dan lingkungannya. Hal ini sejalan dengan firman Allah Q.S. Al-Baqarah (20): 148, yang artinya:
"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia meghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat kebaikan). Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha kuasa atas segala sesuatu."

Di sini, perlu kita sadari bahwa apa yang dinamakan masyarakat tentu terdiri atas beberapa komunitas yang memiliki orientasi kehidupan yang berbeda. Maka, sangat dibutuhkan kebesaran jiwa untuk menerima kenyataan berupa keragaman budaya, bahasa, adat istiadat serta aneka ragam kepercayaan. Dengan berprinsip bahwa yang mengetahui hakikat rahasia kemajemukan ini hanyalah Allah SWT.
Dan kita sebagai manusia yang penuh keterbatasan mempunyai tugas menerima, memahami dan menjalankan. Sejarah telah mencatat, fakta berbicara dan realitaspun menjawabnya bahwa, adalah Rasulullah SAW satu-satunya pemimpin yang mampu menciptakan tatanan masyarakat yang sejuk, harmonis, sejahtera, adil, makmur, demokratis dan terbuka.
Bahkan, Rasulullah SAW mampu berdampingan sekaligus bercengkrama dengan orang-orang di luar Islam. Hak-hak mereka tetap ia berikan, mereka tetap dilindungi dan tidak pernah diganggu gugat. Walaupun demikian halnya, ada satu hal yang perlu kita tiru atas sikap keteladanannya, yaitu beliau tidak pernah kendur untuk memperjuangkan terwujudnya Izzul Islam wal Muslimin.
Prinsip musyawarah dan jiwa demokratis benar-benar di praktekkan oleh Rasulullah SAW dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang sejuk, sejahtera, adil, makmur, demokratis dan terbuka (inklusif). Waktu akan menghadapi perang Uhud, beliau berpendapat, sebaiknya kita kaum muslimin bertahan dalam kota saja. Akan tetapi suara mayoritas –terutama dari kalangan muda yang antusias karena pengalaman menang di perang Badar– menghendaki menyongsong musuh dari Makkah itu di luar kota. Akhirnya, Rasulullah SAW-pun pada akhirnya juga mengikuti pendapat mayoritas.
Seorang wali besar yang bernama Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad al-Ghazali, dalam karya terbesarnya Ihya' 'Ulumuddin, menegaskan dengan sangat jelas dan gamblang: "Ketahuilah bahwa kunci kebahagiaan adalah mengikuti sunnah dan meniru Rasulullah dalam segala hal yang diperbuatnya". Firman Allah dalam al-Qur'an surat al-A'raf ayat: 157 menyatakan:
"Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an). Mereka itu orang-orang yang beruntung".

Dari ayat tersebut, dapat diambil beberapa pelajaran dan suri tauladan yang sangat berharga dalam rangka usaha untuk mencari kebahagiaan yang hakiki, bukan kebahagiaan yang semu.
Pertama, Iman dan percaya kepada Rasulullah (alladziina amanu bihi), hal ini merupakan modal dasar untuk mencapai kebahagiaan sekaligus sebagai jalan mengenal Allah SWT. Tidak ada rumus dan jalan seseorang bisa iman kepada Allah manakala tidak menanamkan jiwa iman kepada Rasulullah. Barangsiapa iman kepada Rasul berarti iman kepada Allah, taat Rasul taat Allah, cinta Rasul cinta Allah, khiyanat kepada Rasul berarti khiyanat kepada Allah.
Iman tidak hanya cukup diwujudkan dengan semboyan dan hiasan kata-kata verbal serta retorika dan teoritis semata, tapi memerlukan bukti yang nyata dalam praktik hidup dan kehidupan sehari-hari. Diantara buah iman adalah mengecilkan kadar kerakusan dan mendesak sifat mementingkan diri sendiri.
Kedua, mengagungkan Rasul (wa azzaruuhu). Artinya menjalankan segala perintahnya dan menjahui larangannya, menghidupkan sunnah-sunnahnya di tengah-tengah masyarakat yang dewasa ini mempunyai kecenderungan yang kuat menyimpang dari syari'at Allah yang dibawa olehnya.
Peringatan Maulid Nabi yang akan datang nanti, yang tumbuh dan berkembang di republik ini, dari desa sampai Ibu Kota negara, merupakan salah satu upaya positif agar umat Islam berusaha meneladani sikap mental dan kepribadian Rasulullah SAW dalam praktik hidup dan kehidupan sehari-hari, dengan satu harapan dan tekad: berani mengadakan suatu peringatan maulid, berarti juga dituntut untuk berani mengadakan perubahan ketaraf yang lebih baik, dalam pergaulan sesama manusia berbangsa dan bernegara sebagaimana yang dipraktikkan Rasulullah. Juga sebagai sikap mengagungkan Rasulullah, sekaligus menghidupkan syi'ar Islam di tengah-tengah masyarakat.
Untuk sekedar di ingat, bahwa salah satu tugas Rasul adalah memperbaiki dan meluruskan penyelewengan-penyelewengan manusia agar tetap konsisten pada aqidah yang benar, sehingga dapat mencapai kebahagiaan yang sejati dengan tetap berjalan dan sesuai dengan fitrahnya.
Ketiga, membela Rasul (wa nasharuu). Yang dimaksud membela Rasul di sini adalah membela agama Allah yang dibawah oleh Rasulullah SAW, yaitu Dinul Islam. Kepentingan Islam dan Umat Islam seluruhnya harus kita letakkan di atas segala-galanya bila mengharapkan kebahagiaan sejati. Satu hal yang cukup memprihatinkan hati penulis, akhir-akhir ini banyak orang yang terjebak oleh euforia pada kepentingan sesaat (temporary relief). Akibatnya, terjadilah benturan-benturan sesama umat Islam, tidak saling melengkapi, memberi dan menerima antar sesama umat Islam. Lebih ironis lagi, mereka cenderung saling menjatuhkan sesamanya sehingga persatuan umat Islam semakin menurun, yang menyebabkan wibawa umat Islam di mata dunia internasional kurang diperhitungkan.
Keempat, (wat taba'un nuura lladzii unzila ma'ahuu) mengikuti petunjuk al-Qur'an yang diturunkan kepadanya, harus benar-benar kita jadikan sebagai pedoman hidup, baik secara individu, bermasyarakat maupun berbangsa dan bernegara, sekaligus sebagai obat penenang jiwa, penjernih hati, memperkuat rohani, menghantarkan kita dalam usaha untuk menguatkan iman dan Islam dalam rangka membentuk akhlaqul karimah.
Al-Qur'an juga merupakan salah satu bukti kebenaran Rasulullah SAW dan sebagai mukjizat yang tiada tara dan bandingannya sepanjang zaman. Al-Qur'an mempunyai kebenaran mutlak, tidak terikat oleh ruang, gerak dan waktu. Barang siapa yang mengamalkannya pasti akan menjadi manusia yang damai, selamat dan sejahtera. Sebaliknya, barang siapa yang mengkhiyanatinya akan mengalami kesesatan dan penderitaan tiada batas dan tepinya.
Oleh karena itu, apabila keempat modal dasar cinta kepada Rasul ini, dimiliki seseorang, apapun jabatannya, apapun latar belakang pendidikannya, bagaimanapun kondisi sosial-ekonominya, mereka semua itu akan diabadikan oleh Allah SWT menjadi orang yang bahagia dan bisa merasakan manisnya iman. Hal ini seirama dengan sabda Nabi Muhammad SAW: "ada tiga hal yang barang siapa memilikinya, maka ia akan merasakan manisnya iman, yaitu Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain, yang kedua mencintai seseorang hanya semata-mata karena Allah, dan yang ketiga benci untuk kembali kafir, setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran sebagaimana kebenciannya apabila ia dilemparkan ke dalam api neraka". (HR. Bukhari Muslim, Turmudzi, Nasa'i dan Ibn Majah).
Mencintai Allah dan Rasul di atas segalanya adalah puncak cinta dan kerinduan yang harus benar-benar diusahakan bagi setiap pribadi muslim yang menghendaki kebahagiaan hakiki (bukan kebahagiaan semu) sekaligus keselamatan yang abadi. Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad Ibn Hasin al-Khattabi al-Bakri pernah berkata dalam puisinya:


Karena cinta pahit berubah menjadi manis,
Karena cinta tembaga berubah menjadi emas,
Karena cinta ampas berubah menjadi sari murni,
Karena cinta pedih menjadi obat,
Karena cinta kematian berubah menjadi kehidupan,
Karena cinta raja berubah menjadi hamba.


Oleh karena itu, dalam rangka menyongsong Maulid Nabi Muhammad SAW, mari kita: "bershalawat kepadanya dengan cinta dan kerinduan, dengan harapan semoga bangsa kita Indonesia menjadi curahan Rahmat-Nya diantarkan oleh kebesaran Nabi-Nya.
1 komentar:

Posting Komentar

My Blog List

Followers