Sebuah masyarakat yang dinamis adalah masyarakat yang senantiasa bekerja keras dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan segala kekuatan yang dimilikinya. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan yang diperlukan baik yang berhubungan dengan kepentingan individu maupun kepentingan bersama. Masyarakat yang dinamis selalu ingat akan semua nikmat dan karunia yang telah Allah berikan kepada mereka. Mereka menyadari bahwa hanya Allahlah yang telah menyediakan segala kebutuhan hidup di dunia ini, berupa kebutuhan sandang, pangan dan kebutuhan lainnya. Allah berfirman dalam QS. al-Mulk : 15 : “Dialah Dzat yang telah menyediakan untuk kamu bumi itu muda, maka berjalanlah di segala penjurunya. Dan makanlahdari sebagian rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu kembali.”
Dalam ayat tersebut Allah mengingatkan kepada manusia akan segala nikmat yang telah mereka terima. Nikmat berupa kesempatan hidup di dunia dengan berbagai fasilitas yang ada untuk memenuhi kebutuhannya. Allah telah menjadikan bumi dengan berbagai isinya untuk kebutuhan hidup manusia. Allah telah memberikan karunia berupa akal dan kemampuan untuk memikirkan fenomena alam semesta. Dengan akal dan kemampuan yang telah Allah berikan kepada manusia memungkinkan mereka mampu menggali dan memanfaatkan alam beserta isinya.
Dalam ayat tersebut di atas manusia diperintahkan untuk berjalan menjelajahi bumi, artinya bahwa bumi beserta isinya yang telah Allah ciptakan harus dijadikan sebagai lahan untuk berkarya agar dapat bermanfaat dalam hidup dan kehidupan. Hasil karya tersebut dimanfaatkan dalam meraih kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akherat. Sebab manusia hidup di dunia ini tidak boleh melupakan akan adanya kehidupan di akherat. Kebahagiaan hidup di akherat hanya akan dapat diraih melalui jerih payahnya di dunia ini. Manusia tidak boleh melupakan dua kehidupan, baik dunia maupun akherat. Sebagaimana firman Allah QS. al-Qas}as} : 77 : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Ayat tersebut mengandung makna bahwa manusia harus sekuat tenaga meraih kebahagiaan hidup di akherat tanpa melupakan kehidupan di dunia, senantiasa berbuat baik selagi hidup di dunia dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi yang menyebabkan mereka sengsara.
Sebuah tatanan masyarakat yang dinamis senantiasa berusaha tanpa kenal lelah dan bekerja keras dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mereka selalu berusaha berkeinginan keras dalam rangka merubah nasib mereka menuju yang lebih baik. Masyarakat yang dinamis selamanya menyadari bahwa bahagia dan sengsara berada pada usaha mereka. Mereka berkeyakinan bahwa Allah tidak mungkin merubah nasib mereka, sebelum mereka berusaha merubah nasibnya semaksimal mungkin. Firman Allah QS. al-Ra`d : 11 : “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum (masyarakat) sampai mereka mengubah (terlebih dahulu) apa yang ada pada diri mereka (sikap mental mereka).”
Menurut Qurais Shihab ayat ini berbicara tentang dua macam perubahan dengan dua pelaku. Pertama, perubahan masyarakat yang pelakunya Allah (taqdir). Kedua, perubahan keadaan diri manusia yang pelakunya manusia. Kata anfusahum dalam ayat di atas terdiri dari dua unsur pokok yaitu nilai-nilai yang dihayati dan iradah atau kehendak manusia. Apabila keduanya dipadukan maka akan menciptakan suatu kekuatan pendorong guna melakukan sesuatu (berkarya).
Rasulullah SAW sangat memuji kepada orang-orang yang bekerja keras, yang mau beramal serta berkarya dengan kekuatan sendiri, sebagaimana sabda beliau riwayat al-Bazar : “Dari Rifa`ah bin Rafi`sesungguhnya Nabi ditanya : Pekerjaan apakah yang paling baik ? Jawab Nabi : pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang baik (halal).”
Hadis di atas memberi petunjuk kepada umat Muhammad, bahwa usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan tangan dan kekuatan sendiri adalah lebih mulia dibandingkan dengan pemberian orang lain atau datang secara tiba-tiba (min h}aithu la> yah}tasib).
Rasulullah SAW juga senantiasa memuji orang-orang yang senantiasa memberi (kebaikan) kepada orang lain dari pada menerima (apalagi meminta). Sebagaimana hadis Nabi SAW riwayat Bukhari Muslim : “Tangan di atas (pemberi) adalah lebih baik dari pada tangan di bawah (penerima).”
Setiap usaha yang dilakukan oleh manusia hendaklah senantiasa bermuara pada mencari ridha Allah serta dalam rangka untuk meraih kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akherat.Wallahu a`lam
Posting Komentar